24 Maret 2008, Konferensi Pers, Hotel Borobudur, Jakarta

Jumpa pers yang dilaksanakan dalam rangka "Rapat Koordinasi Konsolidasi Intensifikasi rogram Penanganan Flu Burung di Jabodetabek" ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu:

1.Flu burung TELAH menimbulkan korban manusia. Di Indonesia 105 korban flu burung meninggal, 10 korban diantaranya meninggal di tahun 2008.

2.Flu burung juga TELAH menimbulkan kerugian ekonomi. Sejak 2004 flu burung telah menimbulkan kerugian dalam bentuk ayam yang musnah atau dimusnahkan, berkurangnya permintaan ayam dan telur, berkurangnya konsumsi ayam dan telur di restoran, tambahan biaya yang harus dikeluarkan peternak dan pemerintah dalam penanganan flu burung, serta dampak terhadap sektor-sektor lain (terutama pariwisata). Nilai kerugian sejak 2004 hingga 2007 (4 tahun) diperkirakan telah mencapai Rp. 4,1 trilyun. Nilai tersebut belum termasuk hilangnya kesempatan kerja dan kerugian akibat berkurangnya konsumsi protein masyarakat.

3.Flu burung DAPAT menyebabkan korban lebih besar, apabila memasuki tahap Pra-PANDEMI (Stage 4 & 5) dan PANDEMI (Stage 6). Tidak ada yang tahu kapan dan dimana dimulai. Tidak ada yang bisa memperkirakan dengan tepat berapa korban, melihat pengalaman masa lalu namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan kemampuan masyarakat saat ini. Simulasi untuk menghitung dampak Pandemi Influenza menunjukkan bahwa jika terjadi Pandemi saat ini diperkirakan dapat terjadi situasi dimana 66 juta orang yang akan sakit dan dapat terjadi 150.000 orang meninggal.

4.Kondisi Pandemi juga dapat menyebabkan kerugian ekonomi jauh lebih besar. Dalam situasi Pandemi, kerugian akan disebabkan oleh tidak berfungsinya kegiatan ekonomi (bank, transportasi, pariwisata, industri, investasi, dll) karena orang sakit dan kekhawatiran akan tertular sakit. Simulasi ekonomi (dengan basis data 2006) menunjukkan bahwa apabila terjadi Pandemi, maka kerugian langsung jangka pendek akan mencapai antara Rp 14 trilyun – Rp 48 triyun. Kerugian jangka panjang akan jauh lebih besar.

5.Penanganan flu burung di Indonesia, telah menunjukkan kemajuan, baik secara kuantitatif (lihat Tabel) maupun kualitatif dalam bidang komunikasi, surveilan, penanganan pada unggas dan manusia, serta persiapan pandemi. Namun pekerjaan belum selesai.

6.Perlu pula dicermati perkembangan flu burung di negara-negara lain:
  • Hong Kong, Maret 2008: Terjadi kekhawatiran yang serius akan kemungkinan outbreak “flu like illness” / “influenza like illness” khususnya pada penderita anak-anak.
  • Vietnam, Maret 2008: Flu burung telah timbul lagi dan wilayah yang cukup luas.
  • India, Maret 2008: Flu burung merebak di daerah miskin dan padat penduduk yang menimbulkan kekhawatiran masyarakat.
  • Beberapa negara Afrika, Maret 2008: Flu burung dinyatakan telah menambah banyak ancaman kesehatan hewan, kesehatan manusia, dan kesehatan lingkungan pada kelompok masyarakat miskin dan lingkungan bersanitasi buruk.
7.Di Indonesia sendiri perlu dicermati beberapa perkembangan, seperti misalnya laporan terkahir FAO tentang perkembangan flu burung di Indonesia. Laporan tersebut juga merupakan evaluasi internal FAO sendiri karena kerjasama dengan FAO dalam penanganan flu burung pada unggas sangat erat dan intensif. Isi laporan FAO tersebut merupakan konfirmasi dari apa yang sudah diketahui sebelumnya:
  • kepadatan virus yang tinggi, sudah diketahui sejak 2006 (a.l. studi IPB di Tangerang dan daerah lain).
  • dapat terjadi –tetapi belum terbukti– adanya “reassortment” (campuran, gabungan) antara virus AI (unggas) dengan virus influenza manusia.
  • virus unggas dapat bermutasi, dan sudah diketahui adanya beberapa “kelompok genetik”– semuanya masih virus unggas:
“Kelompok A”. Menyebar di Jawa, Bali, dan Sulawesi
“Kelompok B”. Menyebar di Jawa, Bali, NTB, dan NTT
“Kelompok C”. Menyebar di Jawa, Bali, dan Sumatera
  • Ketiga kelompok virus berasal dari satu “clade” (cabang kluster virus). Virus unggas yang menular ke manusia umumnya “kelompok A”, kecuali di Karo dari “kelompok C”.
  • Kemungkinan adanya kelompok lain (D, E, dan F) juga telah terdeteksi (a.l. oleh penelitian IPB dan penelitian Deptan), termasuk kemungkinan dari “clade” lain; tetapi belum diketahui persebarannya dan masih dalam penelitian lebih lanjut.
8.Rapat koordinasi ini difokuskan pada wilayah Jabodetabek, karena wilayah ini sangat penting karena:
  • 70% kasus kematian manusia akibat FB terjadi di Jawa Barat, Jakarta, dan Banten.
  • 54% kasus terjadi di Jabodetabek.
  • 63% kasus yang berulang (di wilayah yang sama dalam waktu singkat) terjadi di Jakarta dan Tangerang.
9.Dari Rakor ini diharapkan dapat disinkronkan implementasi operasional dalam melaksanakan “Agenda 10 Tindakan Intensifikasi Penanganan Flu Burung di Jabodetabek”:
  1. Pemerintah Daerah akan sungguh-sungguh menangani flu burung, terutama dalam merestrukturisasi bisnis unggas. Penanganan di unggas dan manusia akan lebih terkoordinasi.
  2. Melakukan pembersihan pasar unggas hidup, dan membersihkan bagian penjualan unggas hidup di pasar. Akan diusahakan ada satu hari dalam seminggu atau 10 hari yang tidak ada penjualan agar bisa dibersihkan.
  3. Melakukan pengaturan transportasi unggas hidup. Transportasi unggas hidup secara terbuka akan diminimumkan.
  4. Mengusahakan dan menetapkan jadwal pelaksanaan penjualan ayam hanya dalam bentuk daging ayam (karkas), dan tidak lagi dalam bentuk ayam hidup. Ayam produk peternakan disembelih/dibersihkan pada Tempat Pemotongan Ayam (TPA) yang memenuhi standar yang telah ditetapkan.
  5. Melanjutkan program bersihkan wilayah pemukiman padat dari ayam yang berkeliaran, dan pengandangan ayam.
  6. Membuka peluang pemanfaatan program-program penanggulangan kemiskinan (seperti PNPM) untuk penanganan masalah kesehatan termasuk flu burung.
  7. Melakukan pelatihan tentang flu burung untuk dokter dan perawat terutama di klinik 24 jam, dokter umum, dan rumah sakit swasta. Telah diawali dengan pelatihan 100 dokter di Tangerang dan Bekasi minggu ini dan minggu depan.
  8. Melanjutkan kegiatan sosialisasi dan pendidikan masyarakat, terutama untuk anak sekolah dan ibu rumah tangga. Peningkatan komunikasi lewat radio dan media lain, dengan panduan sosialisasi yang sudah tersedia.
  9. Melakukan persiapan dan simulasi menghadapi pandemi. Rencana, sistem penanganan dan panduan telah dikoordinasikan oleh Tim Pandemi Komnas FBPI bekerja sama dengan Depkes dan stakeholder terkait.
  10. Melaksanakan riset lebih lanjut: (a) analisa lebih lanjut virus FB unggas dan manusia; (b) monitoring dan analisa atas hasil vaksinasi terutama di Sektor 1 dan 2.

Tidak ada komentar: