Workshop nasional peningkatan kapasitas Pemda dalam penanggulangan flu burung dan penyakit zoonosis se-Kalimantan


Pertemuan ini merupakan upaya bersama Sekretariat Komnas FBPkah koordinasi, Kelompok
Kerja Regional (KKR) Komnas FBPI wilayah Kalimantan, dan Pemerintah Daerah Kalimantan
Barat untuk meningkatkan langkah koordinasi penanganan flu burung dan kesiapsiagaan
menghadapi pandemi influenza sekaligus mengantisipasi paska berakhirnya masa bhakti
Komnas FBPI tahun 2010.

Melalui pertemuan ini, merupakan forum penyegaran materi dan koordinasi kelembagaan
se-Kalimantan menuju wilayah pembebasan wilayah dari flu burung. Dalam hal ini
untuk memprakarsai Kalimantan Barat bebas flu burung.

Pembebasan wilayah perlu dideklarasikan. Secara politis, ekonomi, dan kesejahteraan sosial
akan memberikan hal positif untuk kemajuan daerah.

Syarat-syarat pembebasan wilayah Kalimantan Barat dari flu burung didukung oleh hasil
pemantauan bahwa wilayah dimaksud tidak dilaporkan kasus flu burung untuk jangka waktu
yang cukup lama.

Kutipan-kutipan terbaik tentang H1N1 tahun 2009 dari media Kanada

Quotes from newsroom voters who picked top Canadian news story in 2009
Some quotes from voters who took part in The Canadian Press survey that chose the H1N1 flu pandemic as Canada's top news story for 2009:
"The H1N1 flu scare is almost more famous for the way it was handled by the media than how it spread wildly across the country." Victor Krasowski, news director, CJUK-CKTG, Thunder Bay, Ont.
-
"It was a coast-to-coast story that people followed with interest no matter where they lived in Canada." Lesley Sheppard, managing editor, the Times-Herald, Moose Jaw, Sask.
-
"The H1N1 situation, while abated, still has many people on pins and needles. We run frequent updates and the public asks for more!" Peter Lapinskie, managing editor, the Daily Observer, Pembroke, Ont.
-
"Everyone was talking about H1N1, whether you got the shot or not." Scott Metcalfe, news director, 680News, Toronto
-
"Note that in Saskatchewan, H1N1 has killed 12, all with pre-existing conditions. Meanwhile, drunk drivers continue to kill more than the flu, and nobody gives a damn." Vern Faulkner, managing editor, the Daily Herald, Prince Albert, Sask.
-
"From junior hockey players in Sarnia, Ont., jumping the (flu-shot) queue to the death of 13-year-old Evan Frustaglio, no other Canadian story this decade, let alone this year, created such feelings of anger, fear and apathy among Canadians. It also begged the question: Is our government able to handle a major catastrophe?" James M. Miller, managing editor, the Daily Herald, Penticton, B.C.
-
"The way health organizations spun this issue, I expected people to be falling dead in the street. It didn't happen and once again the so-called experts got it wrong when it comes to a new virus hitting people. You can only cry wolf so many times before the public stops listening to your warnings. Or maybe people already have. Despite all the fear-mongering by health organizations, a large number of people have not bothered to get inoculated. You can count me among that group." Rocco Frangione, news director, CFXN FM, North Bay, Ont.
-
"Initially, what a mess! But we seem to have come out of this thing better than expected. If nothing else, we're prepared for the third wave." Gerry Phelan, corporate news director, VOCM, St. John's, N.L.
-
"There isn't a Canadian out there that isn't affected by or interested in the virus and how in may affect their families." Sandy Heimlich-Hall, assistant news director, CFJC-TV/B100/CIFM, Kamloops, B.C.

Source: Yahoo News By The Canadian Press

Comparing deaths from pandemic and seasonal influenza

Pandemic (H1N1) 2009 briefing note 20

22 DECEMBER 2009 GENEVA -- Efforts to assess the severity of the H1N1 influenza pandemic sometimes compare numbers of confirmed deaths with those estimated for seasonal influenza, either nationally or worldwide. Such comparisons are not reliable for several reasons and can be misleading.

Numbers of deaths for seasonal influenza are estimates. They use statistical models designed to calculate so-called excess mortality that occurs during the period when influenza viruses are circulating widely in a given population.

Estimates using all-cause mortality

The models use data, as recorded in death certificates and medical records, indicating mortality from all causes, and compare the number of deaths during epidemics of seasonal influenza with baseline data on deaths during the rest of the year. The assumption is that infections with influenza viruses contribute to the “excess mortality” observed during the influenza season.

During epidemics of seasonal influenza, around 90% of deaths occur in the frail elderly, who often suffer from one or more chronic medical conditions. Although influenza can worsen these conditions and contribute to death, testing for influenza viruses is not done in most cases, and deaths are usually attributed to an underlying medical condition.

Methods for estimating excess mortality were introduced in the 19th century to capture these influenza-associated deaths that would otherwise be missed. Such estimates have helped counter assumptions that influenza is a mild illness that rarely kills.

Laboratory-confirmed deaths

In contrast, numbers of deaths from pandemic influenza, as notified by national authorities and tabulated by WHO, are laboratory-confirmed deaths, not estimates. For several reasons, these numbers do not give a true picture of mortality during the pandemic, which is unquestionably higher than indicated by laboratory-confirmed cases.

As pandemic influenza mimics the signs and symptoms of many common infectious diseases, doctors often do not suspect H1N1 infection and do not test. This is especially true in developing countries, where deaths from respiratory diseases, including pneumonia, are common occurrences. Moreover, routine testing for pandemic influenza is costly and demanding, and beyond the reach of most countries.

When testing confirms H1N1 infection in patients with underlying medical conditions, many doctors record these deaths as due to the medical condition, and not to the pandemic virus. These cases are also missed in official statistics.

As recent studies have shown, some tests for H1N1 infection are not entirely reliable, and false-negative results are a frequent problem. Accurate test results further depend on how and when samples were taken. Even in the best-equipped hospitals, doctors have reported seeing patients with distinctive and virtually identical disease profiles, yet only some have positive test results.

Moreover, in a large number of developing countries, systems for vital registration are either weak or non-existent, meaning that most deaths are neither investigated nor certified in terms of the cause.

Younger age groups

Comparisons of deaths from pandemic and seasonal influenza do not accurately measure the impact of the pandemic for another reason. Compared with seasonal influenza, the H1N1 virus affects a much younger age group in all categories – those most frequently infected, hospitalized, requiring intensive care, and dying.

WHO continues to assess the impact of the influenza pandemic as moderate. Accurate assessments of mortality and mortality rates will likely be possible only one to two years after the pandemic has peaked, and will rely on methods similar to those used to calculate excess mortality during seasonal influenza epidemics.

Source: WHO

Cerita Gambar dari Simulasi Respon Pandemi (Wabah) Flu, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, 17 Desember 2009

Tim verifikasi kesehatan pelabuhan merespon laporan
bahwa ada penumpang kapal roro yang
terjangkit flu mematikan

Tim verifikasi melakukan tatalaksana penanganan pasien
di dalam kapal roro

Penyiapan pasien untuk dipindahkan ke kapal rumah sakit

Proses pemindahan pasien

Kapal rumah sakit yang menjadi tujuan pemindahan
pasien untuk penanganan lebih lanjut

Pasien telah sampai di kapal rumah sakit

Penanganan pasien di dalam kapal rumah sakit

Koordinasi di pelabuhan untuk mengantisipasi hal-hal
seperti logistik, keamanan, sumber daya, dll diikuti
oleh instansi multi sektor di pelabuhan

Foto oleh: Habibie Yukezain (Staf Komunikasi Komnas FBPI)

Simulasi Respon Pandemi Multisektor Penanggulangan Pandemi Influenza Surabaya, 17 Desember 2009

Lembar Informasi/Fact Sheet: Simulasi Respon Pandemi Multisektor Penanggulangan Pandemi Influenza Surabaya, 17 Desember 2009

Latar Belakang:
Dunia telah mengalami tiga kali pandemi influenza (1918, 1957, 1968) dan sekarang sedang mengalami pandemi influenza keempat (Influenza A H1N1). Pandemi merupakan sesuatu yang tidak bisa diperkirakan waktu terjadinya, tersebar secara global, berdampak multi sektor, sehingga perlu belajar dari pengalaman masa lalu.

Pengalaman dengan kejadian pandemi influenza yang lalu menunjukkan bahwa dampak pandemi influenza tidak hanya terhadap aspek kesehatan, berupa meningkatnya angka kesakitan dan kematian, namun juga terhadap aspek sosial, berupa meningkatnya keresahan masyarakat, serta terhadap aspek ekonomi, berupa kelumpuhan sarana dan prasarana ekonomi. Oleh karena itu, langkah-langkah antisipatif perlu diambil, kemudian dituangkan kedalam suatu rencana aksi yang meliputi rencana kesiapsiagaan dan respon menghadapi pandemi. Komnas FBPI telah membuat pedoman tersebut, yang diberi nama Pedoman Nasional Kesiapsiagaan dan Respon Menghadapi Pandemi Influenza. Komnas FBPI berharap bahwa masing-masing pemangku kepentingan dapat menyusun rencana aksinya sendiri, yang dapat mereka gunakan sebagai acuan dalam mempertahankan kelancaran layanan sosial dan bisnis saat pandemi terjadi.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan bahwa dunia berada dalam fase enam pandemi influenza A (H1N1) 2009. Berdasarkan data WHO 29 November 2009, 207 negara telah terkonfirmasi dan 8.768 meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Departemen Kesehatan tanggal 4 September 2009, 25 propinsi terkonfirmasi terinfeksi dengan 1.097 kasus dan 10 meninggal dunia.

Surabaya, selain ibukota propinsi dan perbatasan daerah, merupakan daerah industri dan perdagangan, sehingga menjadi daerah yang strategis baik dari sisi ekonomi maupun territorial. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlangsungan kegiatan yang ada, pemerintah memandang perlunya seluruh sektor di kota Surabaya siap untuk merespon pandemi influenza.
Untuk menguji kesiapan dan respon seluruh sektor dalam penangulangan pandemi influenza, Komnas FBPI mengadakan Simulasi Respon Pandemi Multisektor Penangulangan Pandemi Influenza di Pelabuhan Utama Tanjung Perak Surabaya pada 17 Desember 2009.

Tujuan:
* Meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influeza yang melibatkan seluruh sektor mulai di level lapangan sampai pemangku kepentingan dengan menguji coba Pedoman Nasional Kesiapsiagaan dan Respon Menghadapi Pandemi Influenza di tingkat daerah.
* Menguji langkah tindak dari pemangku kepentingan agar mampu membangun kesiapsiagaan dan bertindak dalam merespon pandemi influenza: Menguji jejaring kesiapsigaan; Menguji strategi pencegahan, respon dan pembatasan penyebaran pandemi Influenza; Untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan multisektor di daerah dalam penanggulangan pandemi influenza; Untuk menguji coba jalur koordinasi dan komunikasi di tingkat daerah dalam merespon pandemi influenza.

Sasaran:
* Petugas lapangan mampu melakukan tugasnya dalam rangka respon pandemi influenza sesuai prosedur tetap yang ada ditiap instansi.
* Pengambil kebijakan mampu melakukan komunikasi dalam respon pandemi influenza.

Waktu dan Tempat:
17 Desember 2009, 08.00 WIB - Selesai, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.

Pelaksana Kegiatan:
* Penyelenggara : Komnas FBPI, Kelompok Kerja Regional IV Surabaya, dan TNI Angkatan Laut.
* Pelaku Pelabuhan: TNI AL Armada Timur, Marinir AL, RSAL dr. Ramelan, Kantor Kesehatan Pelabuhan. ASDP, KPPP, Imigrasi, Ditjen Bea Cukai, PELNI, KPLP.

Agenda:
* 08.00 - 08.20: Pembukaan (Ketua Pelaksana Simulasi, Walikota Surabaya, Ketua Pelaksana Harian Komnas FBPI) di Lapangan Utama Simulasi
* 08.20 - 11.00: Simulasi Pandemi

Skenario:
Simulasi dilakukan dengan mengujicobakan Pedoman Nasional Kesiapsiagaan dan Rencana Respon Menghadapi Pandemi Influenza di tingkat nasional dan daerah terutama pada jalur komunikasi dan koordinasi. Skenario simulasi dititikberatkan pada situasi pandemi fase enam yaitu mitigasi dampak flu mutasi ganas. Sedangkan fokus kegiatan simulasi adalah koordinasi multi sektor dengan pengetatan pengawasan di pintu masuk, penanganan kasus di kapal dan rumah sakit oleh tenaga kesehatan pelabuhan dan daerah.

Garis besar materi yang akan diuji coba dalam simulasi ini adalah:
* Intervensi non farmasi
* Perimeter/karantina wilayah
* Komunikasi risiko
* Keberlangsungan pelayanan esensial
* Pengamanan instalasi vital
* Pengawasan orang dan barang di pintu masuk dan keluar
* Aktivasi sistem komando pengendali lapangan (SKPL/ICS)
* Logistik umum

Informasi Lebih Lanjut:
Bidang Komunikasi Sekretariat Komnas FBPI
Wisma ITC Lantai 4, Jalan Abdul Muis No. 8
Jakarta 10160
Telepon: (021) 385 4227
Fax: (021) 385 8974
Email: komunikasi.fbpi@gmail.com
Contact Person:
* Habibie Yukezain - Staf Komunikasi Komnas FBPI (0818 940 627)
* Andika Pambudi - Staf Komunikasi Komnas FBPI (0856 987 5090)
* Sri Sukesi - Humas ADPEL (0813933379221)

Pertemuan Tinjauan Akhir Tahun (Annual Review) Tahun 2009 Program Kerjasama Pemerintah RI – Unicef


Selasa, tanggal 8 Desember 2009 lalu, bertempat di Le Meridien Hotel, Jakarta, Bappenas dan Unicef menyelenggarakan Pertemuan Tinjauan Akhir Tahun (Annual Review) Tahun 2009 Program Kerjasama Pemerintah RI –Unicef.
Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari lembaga nasional dan daerah serta dari pemerintah dan masyarakat antara lain:
  • Depkes
  • Depdiknas
  • Depdagri
  • Deplu
  • Dep. Pekerjaan Umum
  • Dephukham
  • Badan Pembinaan Hukum Nasional
  • Mabes Polri
  • BNPB
  • Depag
  • BKKBN
  • Kementerian Pemberdayaan Perempuan
  • Depsos
  • BPS
  • Depkeu
  • Bappenas (Lintas Kedeputian)
  • Setneg RI
  • Komisi Penanggulangan AIDS
  • Komisi Perlindungan Anak
  • PKK
  • Unicef
  • LSM Nasional dan Lokal
  • Bappeda dan Pemerintah Daerah (Aceh, Sumut, Jabar, Banten,
    Jateng, Jatim, NTB, NTT, Sulsel, Sulbar, Maluku, Malut, Papua, Papua
    Barat)
Beberapa catatan yang dapat diambil dari pertemuan ini adalah:
  • Overview
    pelaksanaan program kerjasama RI – Unicef tahun 2009 di daerah menghasilkan
    beberapa permasalahan:
    • Pengembangan model PAUD bersumber pinjaman luar negeri kurang memperhatikan konsep pemberdayaan masyarakat, sehingga keberlanjutan program sulit dilakukan oleh Pemda.
    • Kurangnya sumber daya manusia yang baik dalam penerapan akuntibilitas program dalam perencanaan dan pertanggungjawaban.
    • Tim fasilitasi pusat yang melibatkan lintas sektor terkait, belum berjalan optimal
      untuk mendukung dan memediasi pelaksanaan program di daerah melalui adbokasi,
      bantuan teknis, dan upaya replikasi program.
    • Beberapa Bappeda Propinsi kurang berfungsi optimal dalam mengkoordinasikan program di daerah, disebabkan oleh:
      • Tidak maksimalnya laporan SKPD di Propinsi ke Bappeda.
      • Mutasi dan promosi di daerah sehingga menghambat koordinasi program di daerah
  • Rekomendasi dari overview pelaksanaan program kerjasama RI – Unicef tahun 2009 di daerah:
    • Perlu koordinasi dengan pusat untuk perluasan sasaran lokasi Desa dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan berbasis masyarakat.
    • Komitmen Unicef perlu dinyatakan dan diperjelas untuk pembangunan sekolah – sekolah ramah anak dan pengembangan taman posyandu.
    • Perlu peningkatan fasilitasi terpadu lintas sektor oleh tim pusat ke daerah.
    • Perlu persetujuan pusat untuk penerapan rekening satu pintu bagi Bappeda Propinsi
      untuk penyaluran dana Unicef ke SKPD Propinsi, sehingga pelaksanaan koordinasi
      dan laporan program dapat berjalan dengan baik.
  • Overview program kesehatan dan gizi:
    • Permasalahan:
      • Bervariasinya kemampuan leadership di Dinas Kesehatan Propinsi – termasuk di dalamnya program management (ada yang kuat tapi kebanyakan lemah).
      • Perlunya meningkatkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring di tingkat Pusat dan Propinsi dan Kab/Kota.
      • Kurangnya harmonisasi antara kebijakan program, pedoman teknis dan pendekatan pemberian pelayanan.
      • Kurangnya sumber daya (bidan dan dokter).
      • Berbedanya siklus perencanaan antara Unicef dan counterpart.
      • Bersaingnya prioritas kegiatan di tingkat kabupaten/kota.
      • Perbedaan kapasitas antara propinsi dan kabupaten/kota.
      • Akses fisik (daerah terpencil) dan berbagai budaya.
    • Rekomendasi:
      • Advokasi kepada propinsi dan kabupaten/kota untuk meningkatkan komitmen.
      • Menerapkan model – model yang telah dikembangkan melalui dukungan Unicef nasional.
      • Memperkuat komunikasi antara Pemerintah RI dengan Unicef untuk mencapai
        sinergitas.
      • Memperkuat kepemimpinan Dinkes Propinsi dan Kabupaten/Kota.
  • Lesson
    learn dari diskusi best practise daerah:
    • Kerjasama lintas sektor adalah penting, keterpaduan jejaring adalah kunci sukses
      pelaksanaan program.
    • Membangun kesadaran masyarakat untuk memahami kebutuhan mereka sendiri.
    • Replikasi adalah indikator kesuksesan.
    • Komitmen tinggi Bupati, DPRD, SKPD (Pemda), masyarakat.
    • Perilaku dan lingkungan adalah hal yang penting.
    • LSM lokal/daerah bisa maju bila diberikan kesempatan kerjasama.
    • Tools untuk komunikasi menggunakan pendekatan multimedia.