The 6th International Ministerial Conference, Egypt






Press Conference: The 6th International Ministerial Conference on Avian and Pandemic Influenza, 24-26 October 2008, Sharm El Sheikh, Mesir

…. we must always remember that anytime AI can attack the wall-street, the main street, and places without any streets. (Vice DG WHO, Sharm El Sheikh, Egypt – October 2008)

Konferensi Tingkat Menteri ke VI mengenai Flu Burung dan Pandemi Influenza yang dilaksanakan di Sharm El Sheikh, Mesir pada tanggal 24-26 Oktober 2008 merupakan lanjutan dari pertemuan di New Delhi tahun 2007 yang mencetuskan konsep One World One Health System (OHS) atau Sistem Satu Kesehatan.  Konsep ini merupakan pendekatan yang dipakai dalam penanganan flu burung dan juga emerging and reemerging infectious disease (EID) lainnya.

Pokok-pokok hasil:
  • Konferensi mengingatkan dunia bahwa meskipun keberhasilan pengendalian AI telah ditunjukkan di berbagai negara –termasuk di Indonesia, Mesir dan Vietnam yang dinilai sebagai korban flu burung yang paling berat– namun HPAI masih merupakan ancaman yang serius dan nyata.  HPAI telah diketahui mampu menulari 50 spesies unggas dan 10 spesies mamalia –termasuk manusia.  Yang perlu diingat adalah bahwa setiap 1 orang tertular  AI diduga terdapat 1 juta ekor unggas yang juga tertular.
  • Data Konfirm dan Meninggal Akibat AI – Dunia dan Indonesia, 2004-2008:
Dunia 2004 2005 2006 2007 2008*   
-- Konfirm 46 98 115 88 36   
-- Meninggal 32 43 79 59 28   

Indonesia   
-- Konfirm 0 20 55 42 20   
-- Meninggal 0 13 45 37 17  

*Dunia : s/d September 2008; Indonesia : s/d Oktober 2008 Untuk Indonesia,  Juni, Agustus, September, dan Oktober tidak ada kasus
  • Melalui pernyataan Mesir sebagai tuan rumah dalam penutupan, konferensi menghormati proses yang telah berjalan dalam berbagai bidang termasuk pembahasan-pembahasan yang dilakukan pada Inter Governmental Meeting (IGM) di WHO.
  • Konferensi kemudian juga menerima usul Indonesia agar kerjasama internasional harus juga difokuskan pada peningkatkan kapasitas produksi vaksin dan kebutuhan medis lain diberbagai negara.  Merskipun dunia telah mampu meningkatkan kemampuan produksi vaksin hingga 100% dalam 2 tahun terakhir, namun jumlah kapasitas yang tersedia masih kurang dari 25% kebutuhan vaksin pada situasi pandemi.
  • Usul Indonesia mengenai perlunya penambahan pusat kerjasama WHO untuk penyakit menular juga diterima, terutama karena selama 40 tahun terakhir WHO-Collaborating Center untuk influenza hanya ada di 4 negara.
  • Konferensi kembali menekankan apa yang telah dinyatakan di India tahun 2007 bahwa AI telah menegaskan sangat urgen-nya perhatian yang lebih besar diberikan pada penyakit-penyakit mengancam jiwa manusia yang bersumber dari hewan.  Diidentifikasi bahwa semakin banyak (lebih dari 70%) penyakit utama yang mengganggu kesehatan masyarakat saat ini dan dimasa yang akan datang yang berasal dari hewan, seperti antara lain HIV/AIDS, SARS, AI, Nipah, Rabies, BSE, West Nile, Ebola, Rift Valley Fever.  Jumlah penyakit yang berasal dari hewan meningkat –diperkirakan ada tambahan 1 potensi penyakit zoonosis baru tiap tahun– terutama karena intensitas interaksi antara manusia – hewan meningkat serta karena perdagangan hewan dan produk hewan telah sangat sangat intensif di seluruh dunia.
  • Di masa yang akan datang, penyakit yang berasal dari hewan dapat berbentuk penyakit lama yang terjadi lagi atau penyakit baru yang belum ditemukan sebelumnya (emerging and re-emerging infectious disease / EID).  Oleh sebab itu, penerapan konsep “satu dunia satu kesehatan” (one world one health concept/OWOH atau one-health system/OHS) semakin mendesak untuk menjawab EID.  Yang dimaksud dengan OHS adalah “usaha bersama antar berbagai disiplin ilmu yang bekerja pada tingkat lokal, nasional, dan global untuk menjaga kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara optimal” (the collaborative effort of multiple disciplines working locally, nationally, and globally to attain optimal health for people, animals, and our environment).  Atau dalam bahasa yang lebih sederhana “penanganan kesehatan pada manusia dan hewan” (managing health on human-animal interface).  Konferensi mengusulkan agar OHS difokuskan pada emerging and re-emerging infectious diseases at the animal-human-ecosystems interface with epidemic and pandemic potential causing wide ranging impacts.  Kegiatan-kegiatan utama dalam penerapan OHS adalah surveillance & disease intelligence at three health domains (animal, human and environment), integrated biosecurity, socio-economics anticipation and respons, sommunications strategies at different levels, private-public partnership and monitoring and evaluation.  Hal yang juga dinilai kritikal adalah bagaimana lembaga-lembaga pendidikan –khususnya Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Hewan serta Fakultas Kesehatan Masyarakt/ Kesehatan Lingkungan dapat berkolaborasi dalam mengembangan basis keilmuan yang lebih solid mengenai hal ini.  Diperhitungkan aplikasi OHS ini akan membutuhkan dana $850 juta / tahun jika hanya dikonsentrasikan pada 43 negara beresiko tinggi, dan mencapai $1,3 milyar / tahun jika dilaksanakan di 139 negara yang berisiko tinggi dan sedang.
  • Namun demikian, di tengah dorongan dari kalangan akademisi, lembaga internasional, dan negara-negara yang telah menjadi korban AI, pembiayaan internasional untuk penanganan AI masih mengalami defisit.  Meskipun jumlah komitme donor bagi pembiayaan penanganan AI telah mencapai US$ 2,7 milyar, antara 2006-2008 defisit pembiayaan penanganan AI mencapai US$ 1,2 milyar, dimana $325 juta diantaranya diidentifikasi sebagai defisit pelaksanaan program di lembaga-lembaga internasional utama.  Jumlah negara dan lembaga yang melakukan pembiayaan internasional bagi penanganan AI juga menurun dari 35 negara/organisasi pada konferensi Beijing, 17 di pertemuan Bamako, dan 9 di New Delhi.  Namun demikian, di tengah defisit tersebut, jumlah dan yang sudah dicairkan juga hanya mencapai 73%.  Di Mesir jumlah negara dan lembaga yang menyediakan pembiayaan internasional menurun lagi menjadi hanya 6 dengan pledging  sebesar US$ 350,3 juta, sehingga total dana yang telah dialokasikan untuk penangana AI secara global mencapai US$ 3,06 milyar.  Lebih dari 60% dari pembiayaan dilakukan melalui lembaga internasional dan hanya 40% yang dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan negara sasaran.
  • Konferensi ditutup dengan dua agenda tindak lanjut utama, yaitu pembahasan lebih lanjut mengenai OWOH/OHS di Canada awal tahun 2009 dan penyelenggaraan konferensi berikutnya –kemungkinan di Vietnam– akhir tahun 2009, dimana Indonesia akan mengusahakan untuk menawarkan dua hal yaitu konsep Desa Siaga sebagai bentuk kongkret OHS di tingkat pedesaan dan konsep lengkap ASEAN Pandemic Preparedness Plan and Response yang dikoordinasikan Indonesia sebagai bentuk penanganan kesiap-siagaan pandemi antar negara di tingkat regional.
Kairo, 28 Oktober 2008

www.komnasfbpi.go.id
komunikasi.fbpi@gmail.com
Tel. 021 - 3854227
Faks. 021- 3858974