Pemerintah Indonesia Tanggapi Perubahan Status Fase Pandemi

Jakarta, 30 April 2009—Pemerintah Indonesia menanggapi pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengenai perubahan fase pandemi.


Kamis pagi ini, (30 April 2009 waktu Indonesia dan 29 April 2009 waktu Jenewa) Direktur Jenderal WHO Dr. Margaret Chan menaikkan status fase pandemi dari fase 4 menjadi fase 5 berdasarkan perkembangan informasi dan rekomendasi dari hasil konsultasi beberapa ahli. Beliau mengatakan bahwa seluruh negara disarankan untuk segera mengaktifkan rencana kesiapsiagaan menghadapi pandemi mereka. Pada fase ini, tindakan yang dilakukan harus efektif dan mencerminkan prioritas, termasuk memaksimalkan pelacakan (surveilans), deteksi dini dan pengobatan terhadap kasus, serta pengawasan infeksi di seluruh fasilitas kesehatan.


Menanggapi perubahan status fase pandemi oleh WHO, Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan yang diambil sebagai berikut:


  1. Indonesia siap menerapkan Rencana Nasional Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi.
  2. Pemerintah Indonesia menghimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tanggap terhadap setiap perubahan situasi.
  3. Pemerintah Indonesia memberlakukan peringatan perjalanan (travel warning) kepada warga Negara Indonesia yang akan bepergian ke Meksiko dan saran perjalanan (travel advisory) kepada para warga negara yang akan bepergian ke negara-negara mencatatkan kasus positif H1N1 swine flu pada manusia.
  4. Pemerintah Indonesia menganjurkan kepada masyarakat untuk selalu mempraktekan etika flu, antara lain menutup mulut dan hidung dengan masker apabila terkena flu, mencuci tangan dengan bersih menggunakan air bersih yang mengalir dan juga sabun, tidak berdekatan dengan penderita flu dan tetap dirumah juga istirahat ketika menderita flu. Mengunjungi dokter jika mengalami gejala flu berat selama 2 – 3 hari.


Pesan Pemerintah Republik Indonesia:

Ambil TIndakan TEPAT (TEtap tenang, PAhami penyakit flu dan Tanggap terhadap perubahan situasi).

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: komunikasi.fbpi@gmail.com atau mengirimkan pesan singkat (sms) ke 0812 80000 FLU (358).

Langkah-langkah Pencegahan dan Antisipasi Merebaknya Wabah Flu Babi di Indonesia

Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan penanganan pencegahan Swine Influenza atau Flu Babi. Langkah-langkah yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

I. Pemahaman Situasi Wabah Flu Babi

1. Wabah Flu Babi telah merebak di Meksiko, AS, dan beberapa Negara lain, dengan penularan dan persebaran sangat cepat.

2. Wabah Flu Babi disebabkan oleh virus H1N1 namun telah bermutasi dan menjadi virus baru sebagai gabungan dari virus Flu Babi Asia, virus Flu Babi Eropa, virus Flu Burung, dan virus Flu Manusia. Mutasi virus ini merupakan hal yang sangat serius dan member ancaman yang lebih besar. Meskipun tingkat kematian akibat flu babi relative rendah (case fatality rate/CFR hanya 6-7 %, sedangkan pada Flu Burung mencapai 80-90%) namun karena sebarannya yang luas jumlah kematian menjadi lebih besar. Pada pandemi influenza sebelumnya CFR juga hanya dibawah 5%.

3. Wabah Flu Babi telah menular dari manusia ke manusia dalam skala terbatas sebagai akibat dari mutasi virus.

4. WHO telah meningkatkan status kesiagaan pandemi influenza dari fase 3 menjadi fase 4, yaitu telah terjadi penularan dari manusia ke manusia dalam satu wilayah terbatas.

5. Disisi lain, penyakit ini belum pernah terjadi di Indonesia baik pada ternak maupun manusia. Untuk kasus yang terjadi saat ini, negara-negara selain Meksiko yang telah tertular , belum dilaporkan adanya kematian pada manusia akibat penyakit ini.

6. Indonesia telah menyiapkan diri dalam menghadapi Flu Burung dan berbagai infrastruktur yang telah dibangun dapat digunakan untuk menghadapi ancaman Flu Babi.

7. Masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan tetapi tetap waspada dan selalu mencari informasi yang benar mengenai wabah ini. Pemerintah akan melaksanakan berbagai langkah yang diperlukan untuk mencegah penyakit flu babi masuk Indonesia dan mengantisipasi perkembangan selanjutnya.

II. Pencegahan dan Antisipasi

Berdasarkan Sidang Kabinet Terbatas yang dipimpin Presiden RI tanggal 27 April 2009 dan didahului Rapat Koordinasi Tingkat Menteri yang dipimpin Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, memutuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Memerintahkan kepada Kementerian/Lembaga terkait untuk melakukan langkah-langkah cepat dan tepat dalam menangkal wabah Flu Babi. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Influenza (KOMNAS FBPI) ditugaskan untuk mengkoordinasikan langkah-langkah tersebut.

2. Melaksanakan tindakan-tindakan sebagai berikut:

(1) Melakukan surveilan aktif untuk mendeteksi sedini mungkin anggota masyarakat yang terkena penyakit mirip influenza (Influenza Like Illness/ILI), terutama jika terjadi dalam satu kelompok bersama-sama, melalui:
  • Jaringan surveilan wilayah Departemen Kesehatan ( Distric Surveillance Officer /DSO) dan Survelan Wilayah Departemen Pertanian (Participatory Disease Survaillance and Response/PDSR).
  • Intensifikasi jaringan Desa Siaga.
  • Jaringan puskesmas, rumah sakit, dan tenaga kesehatan.
  • Jaringan mahasiswa, sukarelawan, dan tenaga kesehatan.
(2) Melakukan surveilan untuk pendatang ke Indonesia, khususnya dari Amerika Utara dan singapura

(3) Memberikan “Travel Advisory” tentang situasi Flu Babi dan langkah-langkah yang diperlukan bagi Warga Negara Indonesia yang akan berkunjung ke Amerika Utara:
  • Melakukan pemindaian suhu tubuh (thermal scanning) di pelabuhan udara dan laut.
  • Pemberian kuisioner (Health Alert card)
(4) Memantau perkembangan dunia dan berkomunikasi intensif dengan pemerintah Meksiko, Amerika Serikat, dan Negara lain.

(5) Mengintensifkan komunikasi dengan berbagai mitra Internasional, antara lain ASEAN dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

(6) Meningkatkan kesiapsiagaan disemua jaringan kesehatan dan laboraturium yang memiliki kapasitas untuk melakukan pengujian sebagai bagian dari surveilans aktif terpadu.

(7) Melakukan surveilans terpadu ke peternakan-peternakan babi dan wilayah sekitarnya.

(8) Meningkatkan intensitas karantina hewan, baik ekspor impor maupun antar daerah.

(9) Melakukan pelarangan sementara impor daging babi dan produknya.

(10)Memberikan penjelasan publik secara sistematis mengenai Flu Babi, dengan pesan: Tetap tenang, Pahami gejalanya, dan tanggap terhadap perubahan situasi.

(11)Mengaktifkan dan memberdayakan pusat informasi (call center dan SMS Center).

(12)Memantapkan rencana kesiapsiagaan nasional (Pandemic Respon Plan), baik medis maupun non medis, untuk penanganan pusat penyebaran penyakit (epicenter) dan wabah raya (global pandemic).

(13)Mempersiapkan logistik dan sumber daya manusia untuk penanganan jika terjadi kondisi yang lebih buruk termasuk pelayanan vital (Essential-sectors) dan rencana keberlangsungan dunia usaha (business contingency plan).

(14)Mempersiapkan dan mengantisipasi jika terjadi kondisi yang lebih buruk termasuk apabila harus memberlakukan larangan perjalanan dan perdagangan.

(15)Memperhitungkan dan mempersiapkan respon terhadap dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh wabah Flu Babi.

Depkes Gelar Simulasi Pandemi di Makassar


Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kemampuan tenaga kesehatan, lintas sektor serta masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi, dilaksanakan Simulasi Penanggulangan Pandemi episenter Influenza di Kec. Rappocini, Kota Makassar, pada tanggal 25-26 April 2009. Simulasi ini merupakan yang kedua setelah pertama kali dilaksanakan di Desa Danin Tukadaya, Kab. Jembrana, Bali tanggal 25-27 April 2008.


Simulasi ini terselenggara atas kerja sama Depkes dengan Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta organisasi lainnya. Lokasi simulasi berada di tiga lokasi utama yaitu Kelurahan Kassi-Kassi, rumah sakit rujukan flu burung RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan pelabuhan laut Soekarno-Hatta.


Simulasi ini melibatkan kurang lebih 600 orang yang mewakili pemerintah dan non-pemerintah, TNI, POLRI, para pemangku kepentingan di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dan Pusat. Pengamat yang turut berpartisipasi dalam kegiatan ini berjumlah 289 orang dari lembaga nasional dan 50 orang dari lembaga internasional termasuk WHO.


Simulasi ini dilakukan untuk mengujicobakan sembilan pilar kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza yaitu:


1. Komunikasi risiko

- Menyiapkan pusat media

- Mengembangkan pesan media, termasuk press release, radio, TV Spot, dsb

- Simulasi konferensi pers

- Simulasi penyiaran pesan-pesan kunci melalui TV dan radio


2. Surveilans

- Investigasi dan penelusuran kontak dari suspek klaster

- Meringkas, menganalisis, dan melaporkan data lapangan

- Penemuan kasus secara aktif selama episenter (awal pandemi influenza)


3. Antiviral Profilaksis dan vaksin

- Pengarahan kader/sukarelawan sealam episenter

- Distribusi antiviral profilaksis, vaksin dan masker


4. Intervensi non farmasi

- Pertemuan dengan tokoh masyarakat setempat

- Simulasi penutupan sekolah

- Simulasi pelarangan pertemuan publik (seperti institusi keagamaan, pusat masyarakat, tempat olah raga, rekreasi, dsb)

- Bussiness continuity plan


5. Respon medis

- Isolasi/manajemen kasus

- Investigasi dan penelusuran kontak

- Distribusi masker kepada semua staf dan pengunjung rumah sakit

- Distribusi antiviral ke seluruh staf rumah sakit

- Aktivasi rencana kedaruratan

- Triase dan pemisahan pasien (RS dan puskesmas)


6. Logistik

- Pengiriman dari WHO-Bangkok ke bandara Hassanudin, dan distribusi ke area penanggulangan dini

- Pengiriman ke gudang di lokasi episenter

- Distribusi kebutuhan esensial


7. Pengawasan perimeter

- Pengamanan fasilitas Publik, perbatasan dan akses masuk lainnya

- Skrining kesehatan dan manajemen pada checkpoints (seperti memastikan cukup antiviral dan APD di pintu keluar)

- Mengawal pelayanan/persediaan esensial


8. Pengawasan pelabuhan

- Thermal scanning dan skrinign kesehatan untuk penumpang

- Alert card/health declaration distribution

- Pemeriksaan barang bawaan


9. Komando dan kontrol

- Implementasi rencana kontijensi

- Laporan dari RS Kota ke Dinkes Provinsi dan Pusat

- Mengaktifkan dan staffing pusat komando

- Monitoring harian dan pertemuan oleh pusat komando


Komnas FBPI pun turut serta dalam kegiatan ini untuk melakukan pengamatan secara intensif terhadap jalannya seluruh proses kegiatan. Hasil dari pengamatan ini akan digunakan sebagai penyempurnaan pedoman kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza dan menjadi bahan masukan bagi penyelenggaraan simulasi serupa yang akan dilaksanakan.

Sistem Perunggasan Terpadu

Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-Asia Tenggara dan memiliki kekayaan alam berlimpah, tidak hanya pada sektor migas, namun juga sektor non migas. Namun semua itu belum cukup untuk memberikan solusi atas permasalahan yang ada seperti permasalahan yang terdapat pada sektor Agribisnis Perunggasan. Minimnya konsumsi ayam masyarakat Indonesia, merebaknya kasus Avian Influenza (AI) merupakan sedikit dari permasalahan Agribisnis Perunggasan yang ada di Indonesia.

Untuk itu, agar tercipta sistem perunggasan nasional yang lebih kuat, khususnya dalam menghadapi era perdagangan bebas, stakeholder perunggasan nasional harus mampu mewujudkan sistem agribisnis perunggasan yang terpadu. Sistem Agribisnis perunggasan terpadu adalah sebuah sistem yang saling berkait dalam satu rantai (pengawasan) yang dimulai dari good breeding and hachering practice(kualitas DOC), good farming practice (pelaksanaan peternakan yang baik), good veterinary practice (pelaksanaan sistem kesehatan hewan yang baik), good transportation practice (transportasi yang baik), good handling practice (penanganan yang baik), good sloughter practice (pemotongan yang baik), good distribution practice (distribusi yang baik), good manufacturing practice (pengolahan yang baik), good retailing practice (perdagangan yang baik), good catering practice (pengemasan yang baik) hingga good services practice (pelayanan konsumen). Dalam pelaksanaannya, sistem ini sebaiknya dilaksanakan dalam satu instruksi pengawasan (one instruction), kalaupun tidak cukup dalam permodalan,dapat menerapkan sistem kerjasama (corporation) antar beberapa pelaku atau menerapkan sistem kemitraan. Bahkan tidak ada salahnya jika dilakukan oleh satu pelaku. Hal ini untuk memudahkan dalam monitoring dan evaluasi setiap pelaksanaan kegiatan.

Sebenarnya pelaksanaan sistem ini, dibeberapa Negara di dunia telah diterapkan, bahkan pelaksanaannya sudah cukup baik. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat kesadaran masyarakat tentang kemanan pangan (food safety) dan relatif tidak mudahnya pelaku perunggasan mereka yang merugi, kolaps, apalagi gulung tikar. Bahkan dampak badai AI yang melanda di negaranya sekalipun mampu mereka hadapi bersama. Sehingga perunggasan bukan menjadi ‘musuh bersama’ yang ditakuti atau harus dijauhi sebagai sumber penyebab flu burung. Apalagi harus dikeluarkan peraturan tentang larangan memelihara unggas.

Opini tentang sistem perunggasan terpadu ini terdapat dalam website dunia veteriner (http://duniaveteriner.wordpress.com/) yang dikelola oleh Iwan Berri Prima*. Website yang mempunyai tagline “Membangun komunikasi dan informasi tentang kesehatan hewan untuk mengabdi kemanusiaan” ini bertujuan untuk memberi informasi tentang seluk-beluk dunia veteriner kepada masyarakat luas agar masyarakat dapat turut berperan dalam mengamankan, mengembangkan dan memanfaatkannya sebaik mungkin.

*Ketua Umum PB IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia), Koordinator Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB) Wilayah Jawa Bagian Barat dan Koordinator Sekretariat Forum Kajian Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional (FKPKHN)

Hidup Bersama Flu Burung

Flu burung menjadi epidemi di negeri kaya burung. Indonesia mempunyai 1598 spesies burung--nomor 4 terbesar di dunia setelah Kolumbia, Peru, dan Brazil. Epidemi itu menelan korban jiwa. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI mencatat 112 orang meninggal dunia dari 137 kasus yang terkonfirmasi di Indonesia hingga 25 November 2008.

Sebagian besar korban meninggal berdomisili di propinsi Jawa Barat (33 orang), DKI Jakarta (33 orang), dan Banten (28). Sisanya berdomisili di delapan propinsi lainnya. Anehnya, hampir semua korban meninggal dunia bukan orang yang sehari-hari bekerja di kandang unggas. Bukan pula orang yang bekerja sebagai penyembelih unggas atau pedagang unggas. Namun, justru orang yang sama sekali tidak bersentuhan dengan unggas.

Sebaliknya jutaan orang yang bekerja di usaha peternakan unggas masih tetap sehat wal afiat. Mereka beraktivitas seperti biasa, sudah tidak takut lagi dengan kejadian flu burung. Virus yang pertama kali menyerang unggas pada pertengahan tahun 2003 itu tentu saja juga mengakibatkan puluhan juta ekor unggas terkapar. Kejadiannya hampir merata di seluruh propinsi di Indonesia. Hingga saat ini, kasus flu burung masih belum dapat diatasi dan korban manusia maupun unggas masih ditemukan.

Menuding babi

Yang cukup merisaukan banyak pihak adalah mekanisme penularan virus dari unggas ke manusia belum terungkap secara jelas. Buktinya muncul “keanehan” bahwa korban meninggal dunia bukan orang yang sehari hari bekerja di perunggasan. Ada juga yang mensinyalir bahwa penularan virus dari unggas ke manusia dimediasi oleh babi. Artinya, virus unggas menginfeksi babi, tetapi tidak mengakibatkan kematian.

Virus dari babi kemudian menginfeksi manusia dan mengakibatkan kematian. Akibatnya banyak babi di Tangerang, Propinsi Banten, dibakar dan dimusnahkan. Namun, tidak ada bukti kuat tentang peran babi dalam penularan virus flu burung dari unggas ke manusia. Maka keberadaan babi pun dipertahankan sampai saat ini.

Yang jelas, virus flu burung--khususnya tipe H5N1--dari unggas dapat mengakibatkan manusia meninggal dunia bila terinfeksi. Ayam kampung tak luput dari tudingan sebagai penyebab epidemi itu. Maklum peternak biasanya membiarkan ayam kampung mereka berkeliaran. Oleh karena itu ayam kampung yang banyak dipelihara di pemukiman menjadi momok paling menakutkan bagi sebagian besar masyarakat.

Malahan beberapa kepala daerah menginstruksikan pemusnahan ayam kampung dan ayam lainnya. Ada juga yang membentuk Forum Masyarakat Anti Ayam. Aktivitasnya? Menumpas seluruh ayam di wilayah pemukiman dan sekitarnya. Padahal, selama ini mereka juga mengonsumsi daging ayam. Upaya membumihanguskan ayam kampung semakin menjadi-jadi. Para peternak ayam tentu tak tinggal diam. Mereka menentang keras upaya memberangus ayam kampung.

Para pakar genetika juga angkat bicara. Mereka berteriak tidak setuju terhadap upaya pemusnahan ayam kampung. Keputusan yang salah bila ayam kampung dibersihkan dari bumi Indonesia secara serampangan. Jangan salah, ayam kampung di Indonesia merupakan salah satu nenek moyang ayam di dunia. Itu dibuktikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bekerjasama dengan International Livestock Research Institute (ILRI).

Kedua lembaga riset itu menganalisis fragmen DNA ayam kampung dari berbagai pelosok Indonesia dan membandingkan dengan fragmen DNA yang sama dari ayam di beberapa negara lainnya. Ayam kampung harus dilestarikan dan dioptimalkan penggunaannya bagi umat manusia. Dengan melakukan penelitian secara lebih intensif, potensi genetiknya dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembentukan ayam modern yang semakin efisien, produktif, dan tahan terhadap penyakit.

Hidup bersama

Kerugian akibat flu burung yang merebak pada pertengahan 2003-2007, mencapai Rp. 4.1 Trilyun. Harap mafhum pada kurun itu banyak ayam musnah atau dimusnahkan, anjloknya permintaan ayam dan produk turunannya, berkurangnya konsumsi ayam di restoran atau di banyak warung kecil lainnya. Belum lagi kerugian dari sektor pariwisata. Itu belum termasuk hilangnya banyak kesempatan kerja akibat penurunan produksi ayam.

Walau kejadian kasus flu burung pada manusia semakin mereda, kita harus tetap waspada. Selain itu kita harus lebih serius mencegah terjadinya kasus flu burung karena penyakit itu mengakibatkan pandemi atau penularan virus dari manusia ke manusia. Dari simulasi yang dilakukan seandainya terjadi pandemi flu burung, diperkirakan terdapat 66 juta orang sakit dan 150.000 orang meninggal dunia.

Kerugian lain bila terjadi pandemi adalah tidak ada kegiatan ekonomi seperti pelayanan jasa bank, pariwisata, dan industri akibat banyak orang sakit dan kekhawatiran orang tertular sakit. Diperkirakan dalam jangka pendek kerugian mencapai Rp 14 Trilyun – Rp 48 Trilyun. Suatu jumlah yang sangat besar dan berefek domino yang sangat membahayakan stabilitas negara.

Kita memang harus siap berdampingan dengan virus flu burung. Karena virus flu burung sudah endemik di Indonesia. Sebenarnya sangat mudah mencegah mewabahnya virus. Kunci utamanya adalah tertib dan disiplin melakukan pola hidup sehat dan bersih di mana pun kita berada. Ingat virus flu burung mudah ditularkan melalui berbagai kontak dengan media pembawa virus.

Dalam perusahaan peternakan unggas, upaya mengamankan kehidupan unggas dari serangan penyakit mutlak dilakukan secara tertib dan konsisten. Ayam kampung yang selama ini diumbar di pekarangan harus dikandangkan di tempat bersih. Intinya adalah melakukan hal sederhana yang terkait dengan kebersihan dan kesehatan hewan yang berujung pada kesehatan manusia.

Zoonosis

Yang perlu diperbaiki antara lain pola pemotongan ayam untuk menyediakan daging konsumsi. Setiap hari, ayam dipotong di tempat pemotongan yang sebagian besar kotor. Bau anyir dan pemandangan menjijikkan menjadi santapan sehari-hari. Di situ pula salah satu penyebaran virus flu burung. Sebagian besar pasar tradisional tempat menjual daging ayam juga kotor.

Daging kemudian diolah dan disajikan di banyak restoran atau dijajakan berkeliling di pemukiman penduduk. Hampir 80% konsumen di Indonesia membeli daging ayam yang diproses di tempat pemotongan yang jauh dari bersih dan sehat. Oleh karena itu, perlu ada gerakan bersih dan kampanye secara terus-menerus untuk mengubah kebiasaan konsumen yang membeli produk ayam seperti itu.

Memang bukan perkara gampang. Namun, dengan adanya kasus flu burung diharapkan upaya itu dapat lebih mudah dilakukan. Bukankah hingga 2008 masih ada kasus flu burung? Permasalahan flu burung di Indonesia memang kompleks sehingga tidak mungkin membasmi virus flu burung secara tuntas. Seandainya tidak ada Komnas FBPI (Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza), bisa jadi kejadian flu burung semakin tidak terkendali.

Sinyalemen itu menjadi benar karena ada kekhawatiran banyak pihak terhadap rencana pembubaran Komnas FBPI pada tahun 2010 mendatang. Yang penting untuk dicatat adalah bahwa penyakit zoonosis (suatu penyakit hewan yang dapat menular ke manusia atau sebaliknya) itu bukan hanya penyakit flu burung. Penyakit baru akan muncul dan penyakit yang dulu ada juga akan muncul kembali (emerging and re-emerging diseases). Ada lebih dari 150 penyakit zoonosis.

Merebaknya penyakit zoonosis yang bisa muncul kapan saja dan dari mana saja menjadi kepedulian komunitas global. Penyakit itu tidak mungkin ditangani oleh para dokter manusia saja atau dokter hewan saja. Perlu pendekatan lintas disiplin ilmu dan pengetahuan yang melibatkan kedua profesi melalui pengembangan sistem “satu kesehatan satu dunia”.

Oleh karena itu, amat sangat disayangkan apabila kejadian flu burung yang memakan banyak korban manusia, hewan, uang, dan energi tidak memberikan makna pembelajaran bagi bangsa Indonesia untuk bertindak lebih baik lagi, berpikir lebih cerdas lagi, berkreativitas lebih inovatif lagi, dan bekerja lebih profesional lagi.

Muladno
Guru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak pada Fakultas Peternakan IPB;
Koordinator Bidang Perencanaan dan Pengembangan KOMNAS FBPI.
Majalah TRUBUS No. 471 edisi Februari 2009.

Komnas FBPI di Pameran Hari Kesehatan Dunia

Keamanan fasilitas kesehatan dan kesiapan petugas kesehatan yang merawat orang-orang yang berada dalam keadaan darurat merupakan fokus dari acara Hari Kesehatan Dunia 2009 yang diadakan di Hotel Gran Melia Jakarta pada hari Selasa (7 April 2009) yang lalu.

Acara ini terdiri dari seminar sehari yang berjudul “Save Lives: Make Hospitals Safe in Emergencies” dan mini exhibition. Seminar tersebut membahas tentang pentingnya menyiapkan sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah sakit, dengan infrastruktur yang baik agar dapat menangani orang-orang yang terkena bencana dengan baik, karena sistem pelayanan kesehatan yang tidak baik akan berdampak buruk pada penanganan korban bencana.

Di sela-sela waktu seminar, peserta dapat melihat mini exhibition yang diikuti oleh organisasi atau institusi yang berkaitan dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana seperti Mercy Corps, UNFPA, RS Thamrin dan Komnas FBPI. Komnas FBPI turut berpartisipasi dalam mini exhibition ini dengan memamerkan bahan-bahan sosialisasi yang dimiliki dan membagikannya kepada peserta acara tersebut serta memberikan penjelasan tentang hasil kegiatan Komnas FBPI yang telah dilakukan.