Sosialisasi Pemberdayaan Ibu Rumah Tangga, Pelabuhan Lembar, Lombok Barat, Desember 2008




Kegiatan ini diikuti oleh Dinas Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat, Aparat Pelabuhan Lembar, Unsur-Unsur PKK, Dharma Wanita, Ikatan Keluarga Bidan Indonesia, Kepala Dusun di seluruh Kecamatan Lembar, Para Penyuluh Kesehatan Lombok Barat, Persatuan Kartika Chandra Kirana, Ikatan Istri Karyawan PT. ASDP Lembar, Organisasi Bhayangkari Lombok Barat, dan organisasi wanita lainnya yang ada di Kabupaten Lombok Barat.

Berlangsung pada tanggal 20 Desember 2008 di Pelabuhan Lembar, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, khususnya ibu rumah tangga di Kabupaten Lombok Barat mengenai bahaya dan risiko penularan virus flu burung (H5N1) secara sederhana tanpa menimbulkan kepanikan.

Nusa Tenggara Barat merupakan daerah yang telah beberapa tahun terakhir tidak pernah terjangkiti oleh virus flu burung pada manusia, selain itu juga NTB merupakan daerah kasus Low Incidents, yang hanya memiliki jumlah kasus sedikit pada unggas. Acara sosialisasi flu burung ini dilakukan di Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, tepatnya di wilayah pelabuhan Lembar. Pelabuhan Lembar ini merupakan jalur distribusi utama yang mengantarkan serta menerima kapal laut yang berasal dari Pulau Bali, Pulau Sulawesi, dan Jawa Timur. Posisinya yang strategis dan merupakan pintu keluar masuknya arus migrasi masyarakat beserta barang termasuk unggas menunjukkan faktor risiko yang besar terhadap penyebaran virus flu burung.

Acara sosialisasi ini dihadiri oleh sekitar 200 peserta, yang juga dihadiri oleh Kepala Kecamatan Lembar dan para Kepala Dusun di Kecamatan Lembar. Sosialisasi ini diharapkan dapat dilanjutkan dan dikembangkan sendiri oleh seluruh peserta yang telah hadir. Dengan begitu Nusa Tenggara Barat bisa terus mempertahankan kondisinya yang merupakan daerah kasus Low Incidents, yang memiliki jumlah kasus rendah pada hewan.

Militer Keluar Barak Cegah Pandemi


Jakarta, 16 Desember 2008 – Tentara dan sipil bekerjasama untuk pertama kalinya dalam melaksanakan simulasi episenter pandemi dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi situasi terburuk apabila virus flu burung bermutasi menjadi virus mematikan yang mudah menular antar manusia. Simulasi yang melibatkan sekitar lebih dari 200 personil yang terdiri dari Kesehatan Daerah Militer Jakarta Raya (Kesdam Jaya), Komando Strategis Nasional (Kostrad), Komando Daerah Militer wilayah Senen (Koramil Senen), Batalyon Kavaleri TNI Angkatan Darat (YonKav TNI AD) ditambah dengan ahli dari kelompok masyarakat sipil yang berasal dari Sekretariat Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Influenza (KOMNAS FBPI) bersama dengan Direktorat Kesehatan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Dirkes TNI AD) dan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta melaksanakan Simulasi Episenter Pandemi. Latihan kesiapsiagaan menghadapi dan merespon episenter pandemi influenza sehari tersebut berlokasi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto dan Asrama Batalyon Perbekalan Angkutan-3/ Darat di Jakarta Pusat.

What Is The Fate And Effects Of Influenza Drug Tamiflu In Environment?

http://www.sciencedaily.com/releases/2008/11/081126163722.htm

ScienceDaily (Nov. 26, 2008)
The research council FORMAS, Sweden, has granted 5.9 million SEK to a
new research project that will study the environmental fate and effects
of the anti-viral drug Tamiflu on the development on influenza
resistance.

Tamiflu is being stockpiled all over the world for use in fighting
the next influenza pandemic. However, there are growing signs that
influenza viruses may develop resistance to this vital pharmaceutical,
because it is routinely prescribed for seasonal influenza.

This research project is interdisciplinary and will combine studies
on the environmental fate of the drug with in vivo studies of the
development of Tamiflu resistant viruses say the project leader Björn
Olsen at the Department of Medical Sciences Uppsala University.

This research project presents an innovative approach to studying
the development of Tamiflu resistance in influenza viruses caused by
environmental contamination which is a potential threat to one of our
few defences against a future influenza pandemic.

Scientists from Uppsala University, Umeå University and Karolinska
Institute will investigate the potential problem from an environmental
chemical, virological and infectious diseases aspect.

A wide range of topics will be addressed; studies of the degradation
of Tamiflu in sewage treatment plants will be combined with screening
of the environmental levels in surface water in Japan. Japan is one of
the world's top-per-capita consumers of Tamiflu and it has been
estimated that approximately 40% of those that are infected by
influenza viruses are treated with Tamiflu. This makes Japan one of the
"Hot Spots" in the world and the research project has established
collaboration with scientists at Kyoto University and several field
sampling campaigns in Japan has been scheduled. Detected environmental
levels will then be used in an in vivo Mallard infection model for
detailed studies on the development of Tamiflu resistance in low
pathogenic avian viruses. This will be combined with a screening study
of the occurrence of resistant viruses in faecal samples from wild
ducks in the vicinity of Japanese sewage treatment plants.

The full title of the project is "Occurrence and fate of the
antiviral drug Oseltamivir in aquatic environments and the effect on
resistance development in influenza A viruses." and the applicants are
Björn Olsen, Dept. of Medicinal Sciences, Uppsala University, Åke
Lundkvist, Dept. of Microbiology Tumour and Cellbiology, Karolinska
Institute, Johan Lennerstrand, Dept. of Medicinal Sciences, Uppsala
University and Hanna Söderström and Jerker Fick, Dept of Chemistry,
Umeå University

Adapted from materials provided by Uppsala University, via EurekAlert!, a service of AAAS.

Komunitas Indozoone untuk One World One Health

Di akhir Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) Komnas FBPI pada 25 November 2008 yang lalu, diluncurkan suatu jaringan komunitas baru yang disebut “INDOZOONE” (Indonesia Zoonotic Network). Komunitas ini terdiri dari para pemerhati yang sangat peduli terhadap masalah penyakit menular zoonosis yang saat ini menjadi masalah serius di Indonesia dan dunia (Avian Influenza, Rabies, Anthrax, dsb.), sekaligus juga terhadap masalah (new) emerging and re-emerging zoonotic diseases.

Melalui komunitas ini diharapkan terjalin suatu komunikasi yang intensif dalam mencari solusi terhadap permasalahan tersebut sehingga terdapat suatu kesamaan pemahaman terhadap:
  • Definisi dari emerging and re-emerging zoonotic disease.
  • Dinamika dari emerging and reemerging infectious diseases.
  • Perbedaan level pelayanan kesehatan masyarakat (manusia, hewan, lingkungan) dan bagaimana interaksi yang terjadi diantara mereka.
  • Kewenangan dan peran dari kesehatan masyarakat (manusia, hewan, lingkungan) terhadap masalah emerging infectious disease.
  • Keterkaitan prinsip dan legalitas yang eksis di antara pemangku otoritas kesehatan dan kesehatan hewan dalam menangani masalah kesehatan masyarakat terkait emerging infectious disease situation.
  • Keterpaduan dalam menangani masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan penyakit zoonosis (one world, one health concept or integrated health system).

Berikut adalah pernyataan yang dikutip dari beberapa sumber:
  • Despite modern medical technology, emerging and reemerging infections are and will most likely continue to appear on the scene.
  • Fighting emerging infectious diseases is a multijurisdictional, multi-agency task.
  • Time honored methods such as isolation and quarantine in conjunction with many other public health functions such as surveillance will be vital in the fight against emerging infectious diseases.
  • One world, one health, one medicine system should be implemented.
  • The astute primary care physician and veterinarian are in the front lines against infectious diseases.
  • The public health community will depend on accurate and timely reporting of suspicious diseases or conditions.
  • The collaboration of public health officials (primary care physicians and veterinarian) is a vital relationship in the fight against infectious diseases.

Untuk bergabung di milis sini, silakan mengirimkan email kosong ke: Indozoone-subscribe@yahoogroups.com